Dulu, timnas
Indonesia dikenal sebagai salah satu raksasa sepakbola Asia yang selevel dengan
Jepang, dan Korea Selatan. Tidak hanya di Asia, banyak tim-tim besar di penjuru
dunia segan dengan nama Indonesia di dunia sepak bola. Bahkan ketika masih
dijajah saja, Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda mampu
menembus putaran final Piala Dunia sebagai negara Asia pertama di Prancis tahun
1938, dan sempat hampir lolos kembali pada tahun 1958 di Swedia. Pada tahun
1958 pada olimpiade Melbourne, Australia, Indonesia yang saat itu diperkuat
Ramang mampu menembus perempat final olimpiade dan mampu bermain seimbang
dengan tim unggulan Uni Sovyet dan menahan imbangnya yang saat itu tim Sovyet masih diperkuat
kiper terbaik dunia, Lev Yashin. Pada tahn 1979, Timnas Remaja Indonesia mampu
melaju ke putaran final Piala Dunia Remaja yang saat itu diadakan di Jepang.
Dulu, timnas Indonesia merupakan rajanya Asia Tenggara, bahkan Thailand saja
pun levelnya masih ada dibawah Indonesia. Medali emas SEA Games, dan semifinal
Asian Games sudah hal yang biasa bagi penggemar timnas saat itu.
Bagaimana dengan
sekarang? Jangankan Asia, untuk menjuarai Asia Tenggara saja, susahnya bukan
main. Garuda yang dulunya selalu unggul diatas negara-negara ASEAN lainnya,
kini hanyalah menjadi bawahan negara-negara macam Vietnam, Thailand, Singapura,
Myanmar, Malaysia yang padahal dulunya bukanlah apa-apa bagi Indonesia. Bahkan,
pada piala AFF 2014 lalu, Filipina yang dulunya pernah dibantai 12-0 dan 13-1
oleh Indonesia, berhasil mempermalukan Indonesia 4-1 dihadapan publik Vietnam.
Revolusi PSSI sudah dikumandangkan bertahun-tahun lamanya, namun nyatanya,
prestasi timnas merah-putih hanya jalan tempat di ASEAN, sementara Thailand
sudah berani menatap piala dunia, Timnas U-20 Myanmar bisa mencicipi piala
dunia U-20 di Selandia Baru 2015. Jangankan untuk masuk Piala Dunia lagi atau
merajai Asia, SEA Games saja yang Indonesia dulunya langganan emas, kini tidak
bisa berbuat banyak. Prestasi timnas tertinggi terakhir di SEA Games adalah
medali perak usai kalah di final oleh Malaysia di rumah sendiri tahun 2011, dan
Thailand di Myanmar 2013. Terakhir, Indonesia malah jadi bulan-bulanan Vietnam
di perebutan medali perunggu SEA Games 2015 Singapura.
Tahun 2015, terjadi
hal yang paling tidak diinginkan oleh seluruh insan sepakbola Indonesia. Karena
kebodohan pemerintah dan pengurus PSSI, FIFA menjatuhkan hukuman sanksi kepada Indonesia,
yang mana seluruh klub dan seluruh level timnas Indonesia dilarang mengadakan
pertandingan dengan klub atau timnas negara lain. Akibatnya, Indonesia yang
saat itu sudah mau menjalani kualifikasi piala dunia 2018 dan piala asia 2019,
harus didiskualifikasi oleh AFC, karena AFC tidak berani berbuat banyak atas
sanksi FIFA. Tidak hanya itu, karena dilarang melakukan pertandingan dengan
negara lain, maka peringkat Indonesia terjun bebas menuju angka 191 dari 205 anggota FIFA,
yang terburuk sepanjang sejarah Indonesia. Setelah di banned FIFA, apakah
Indonesia kembali bangkit dan bisa kembali menembus langit Asia dan mampu
kembali terbang sejajar dengan raksasa Asia macam Jepang, Korea, Iran, dll?
Jawaban nya tentu saja pasti bisa, hanya saja tidak mungkin atau sulit
terealisasi dalam waktu dekat. Paling cepat ya 5 tahunan lah. Terus apa aja
yang membuat sepakbola Indonesia sangat sulit bangkit? Ada banyak permasalahan
yang harus diatasi hingga tuntas oleh Indonesia jika ingin bangun dari tidur
panjang, dan kembali menjadi raksasa Asia. Berikut akan saya uraikan
permasalahan yang harus diatasi hingga tuntas oleh PSSI jika ingin Indonesia
menjadi kekuatan baru sepakbola Asia dan dunia.
1. 1. Federasi nya Kacau Balau.
Sudah bukan rahasia
lagi jika federasi sepakbola Indonesia atau PSSI sudah sangat bobrok sekali
kondisinya. Korupsi sana sini, mafia, pengaturan skor, dan lainnya sudah hampir
menghancurkan nama PSSI. Ini adalah akar permasalahan dari kemunduran prestasi
Timnas. Timnas sepakbola Indonesia tidak akan bisa berprestasi jika federasinya
saja tidak karuan bentuknya. PSSI saat ini memerlukan orang-orang yang
benar-benar mau memajukan sepakbola Indonesia yang ikhlas dari dalam hatinya.
Jika orang-orang seperti itu yang menjadi pengurus PSSI, maka trofi dari piala
AFF hingga piala Asia, atas izin Tuhan, akan makin dekat dan lebih mudah diraih.
2. Buruknya Kualitas dan Kurang Kompetitifnya Liga Nasional
Liga Super
Indonesia atau yang lebih akrab dengan ISL, merupakan kasta tertinggi liga
profesional di Indonesia. Tapi kenyataannya, ISL lebih terlihat seperti liga
kasta Divisi 2, 3 di negara lain. Rendahnya tingkat fair play, mafia skor,
wasit yang sering berat sebelah, dan kesenjangan antara tim besar dan tim
menengah kebawah menunjukkan betapa buruknya kualitas liga nasional kita. Jika
Liga kita tidak segera diperbaiki, maka dampaknya kita akan sangat sulit
menemukan pemain-pemain yang berkualitas untuk memperkuat skuat garuda, dan
hanya akan menemukan pemain yang bahkan dengan negara tetangga saja tidak bisa
bersaing.
3. Pembinaan Usia Muda Tidak Berkelanjutan
Sebuah tim tidak
akan pernah bisa meraih prestasi yang tinggi dengan memakai generasi yang sama
secara terus menerus, karena umur manusia semakin lama akan mengurangi
kemampuan fisik seseorang, tidak terkecuali pemain sepakbola. Oleh karena
itulah, diperlukan pemain-pemain muda yang berkualitas untuk menggantikan
generasi sebelumnya agar dapat mempertahankan prestasi yang sudah diraih.
Sejauh yang saya lihat, timnas remaja Indonesia sangat sulit berprestasi
kembali dari ASEAN hingga Asia. Terakhir dua tahunyang lalu tim U19 mampu
menjuarai AFF U19, yang saat itu tengah diselenggarakan di Indonesia, dan mampu
lolos ke piala Asia U19 di Myanmar 2014. Tapi sayang setelah itu tim garuda
muda tidak pernah terdengar lagi kabarnya, dan yang satu-satunya mampu bertahan
di Timnas Senior hanyalah Evan Dimas semata. Pasca dibantai Uzbekistan dan Uni
Emirat Arab di Myanmar 2014, PSSI langsung membubarkan seluruh tim garuda muda.
Padahal kelanjutan karir mereka sangatlah penting bagi masa depan Indonesia.
Ditambah lagi sanksi FIFA setahun kemudian memperparah karir sepakbola mereka
karena ISL harus mau tidak mau dihentikan. Dan kini PSSI harus kembali mencari
bibit baru lagi untuk skuat remaja Indonesia.
PSSI bersama
KEMENPORA harus kembali menggalakkan turnamen Nasional antar sekolah-sekolah di
seluruh pelosok Nusantara, agar lebih mudah memantau tunas muda calon pahlawan
masa depan sepakbola Indonesia. Negara-negara lain seperti Jerman, Spanyol,
Belgia, Wales, Chile, Nigeria, dan Portugal sudah membuktikan khasiatnya. Di
Asia sendiri pun Jepang, Korea Selatan, Australia, hingga Thailand dan bahkan
Myanmar pun juga bisa merasakan efek dari pembinaan usia muda yang
berkelanjutan ini. Dulu Indonesia punya Liga Pendidikan Indonesia, tapi
sekarang sudah tidak terdengar lagi kabarnya. Semoga PSSI dan KEMENPORA mau menghidupkan
kembali LPI agar lebih mudah mencari pemain-pemain usia sekolahan yang nantinya
akan membawa Indonesia terbang kembali ke langit tertinggi, tidak hanya di
Asia, tapi hingga dunia Internasional.
4. Buruknya Sarana dan Pra-sarana Penunjang Pembinaan Usia Muda
Jika anda pernah ke
sebuah sekolah di Jepang, dan menengok ke fasilitas olahraga mereka, maka anda
mungkin serasa berada di kompleks olahraga berstandar Internasional. Dari
lapangan baseball, basket, voli, bulu tangkis, atletik, sepakbola, hingga kolam
renang pun semuanya ada, dan pasti nya semuanya berstandar Internasional. Hal
ini bertujuan selain untuk mempermudah permainan, juga agar membiasakan para
siswa yang nantinya ingin berkarir di dunia olahraga akan terbiasa dengan
fasilitas kualitas top dunia di gelanggang olahraga besar ketika membawa nama
negaranya di ajang Internasional. Dan itu baru hanya di sekolah umum, negri dan
swasta, belum lagi dengan fasilitas milik klub profesional hingga tim nasional
mereka.
Berbanding terbalik
di negri kita, boro-boro di sekolah, lapangan stadion nasional kita aja masih
kebanjiran ketika diterjang hujan deras. Masih ingat pertandingan kualifikasi
piala Asia U19 2014, vs KorSel di GBK
tahun 2013? Itu stadion nasional kita loh, lah lapangan di sekolahnya jadi
gimana? Dari SD sampai SMK saja saya dulu kalo main bola ya diatas batako atau
gak semen cor. Yah gimana bisa nyetak bibit hebat kalo mainnya aja diatas semen
cor mulu, lapangan milik klub profesionalnya aja bisa berubah jadi arena lumpur
dadakan. Memang hal ini terdenagar
sepele dan gak gampang, tapi beneran, jika Indonesia tidak punya lapangan
standar Internasional dari tingkat sekolah, maka mimpi kita bisa punya pemain
berkelas dunia seperti Messi, Ronaldo, Bale, Neymar Neuer, Hazard, Suarez,
Griezmann, dll hanyalah angan-angan di siang bolong.
5. Timnas Indonesia Tidak Punya Sponsor Resmi
Jika kita melihat
seragam/jersey dan jaket latihan timnas dari negara lain, kita pasti akan
melihat banyak logo-logo dari merk perusahaan terkenal selain logo apparel yang
tertera. Karena FIFA melarang adanya logo sponsor selain logo apparel di seragam timnas, maka mereka
menggunakan jersey dan jaket latihan mereka sebagai media untuk mempromosikan
pihak yang telah mensponsori mereka. Mereka sadar bahwa mereka tidak akan terus
menerus bergantung pada kucuran dana dari pemerintah mereka, sementara mereka
memerlukan dana yang besar untuk terus menghidupi timnas mereka agar prestasi
mereka tidak redup. Oleh karena itulah mereka mencari sponsor sebanyak mungkin
untuk mendanai seluruh kegiatan mereka, dari pembinaan hingga pertandingan
Internasional dengan negara lain, termasuk akomodasi mereka ketika mengikuti
turnamen internasional.
Sayangnya, di
jersey dan jaket latihan timnas kita hanya ada lambang garuda dan logo apparel
pemasok jersey kita saja. Tidak ada satupun logo perusahaan baik lokal maupun
asing yang tertera disana. Saat ini PSSI hanya bergantung kepada APBN yang
dikucurkan melalui KEMENPORA, sehingga seluruh kegiatan yang dilakukan PSSI,
mulai dari pembinaan, hingga pertandingan persahabatan, hasilnya kurang
maksimal. Kita juga harus sadar bahwa APBN tidak hanya dipakai untuk main bola
aja, banyak jalan rusak, sekolah bobrok, rakyat miskin yang susah berobat yang
lebih membutuhkan dana dari APBN ketimbang timnas kita. Federasi cabang
olahraga lain juga perlu kucuran dana dari APBN untuk tetap terus bisa mengejar
prestasi.
Jika dilihat dari tingginya
antusiasme rakyat Indonesia terhadap sepakbola, perusahaan manasih yang gak
tergiur untuk menjadi partner resmi timnas Indonesia. Walaupun prestasinya
masih kurang mencolok, setidaknya pihak swasta bisa dapat untung ‘dikit’ dari
antusiasme pecinta sepakbola kita. Saat ini sponsor timnas hanya ada pada saat
timnas sedang mengikuti turnamen, namun tidak ada yang mau menjadi sponor untuk
kegiatan PSSI diluar turnamen. Oleh karena itu, dana segar dari pihak swasta
sangat penting ketika kucuran dana dari pemerintah dirasa masih kurang. Dan
kalaupun dikorupsi, itumah tinggal urusannya PSSI sama debt collector pihak
sponsor, negara hanya tinggal perlu mengadili dan ngejatuhi vonis andaikan
benar-benar bersalah hehehehe :v (canda gan).
6. Jarang Mengadakan Pertandingan Persahabatan atau Uji Coba
Pertandingan Uji
Coba, Persahabatan, Eksibisi atau Friendly Match, biasanya sering dilakukan
timnas suatu negara dengan timnas dari daerah lainnya, terutama jika menjelang
turnamen level benua dan piala dunia. Sesuai namanya, laga uji coba biasanya
dimanfaatkan oleh suatu timnas untuk menguji coba calon skuat nya guna
persiapan untuk menghadapi sebuah turnamen internasional pada masa yang akan
datang. Selain itu, dengan laga uji coba ini, mampu mempererat hubungan antar
punggawa timnas yang biasanya tidak jarang ada yang sering cekcok hanya karena
rivalitas dari klub yang mereka bela. Laga uji coba juga biasanya sering
diadakan jauh sebelum turnamen, bahkan jauh-jauh hari sebelum kualifikasi pun,
banyak yang melakukannya. Selain untuk membentuk, mengujicoba, dan
mempersiapkan skuat timnas jelang turnamen, laga persahabatan juga dapat ajang
untuk mendongkrak posisi sebuah timnas di ranking FIFA, karena perhitungan
ranking FIFA berdasarkan laga-laga yang telah diselenggarakan timnas. Tidak
lebih dari 12 bulan. Untuk saat ini (Juli 2016), peringkat Indonesia di ranking
FIFA terus terjun bebas, hingga berhasil menyentuh urutan 191 dari 210an member
FIFA. Ini tidak mengejutkan karena kita tahu sendiri, timnas senior kita tidak
pernah mengadakan laga uji coba manapun dengan timnas dari negara lain selama
lebih dari 1 tahun terakhir, terutama pasca pembekuan PSSI. Dalam tahun ini
semoga bakal ada laga eksibisi lagi, setidaknya siapa pun musuhnya, mulai dari
Kamboja dan Timor Leste, yang penting menang.
Karena dapat memperbaiki posisi kita di ranking FIFA yang perhitungannya
berdasarkan laga yang telah dihelat. Tapi karena dana yang kurang mencukupi
dari pemerintah, maka timnas tidak bisa terlalu sering mengadakan laga uji coba
dengan negara lainnya. Andaikan timnas Indonesia punya sponsor resmi yang
banyak, bukan tidak mungkin tiap jeda internasional, Indonesia bisa mengadakan
laga uji coba lagi dengan negara lain, soalnya untuk ngadain pertandingan persahabatan juga butuh kucuran dana yang gak sedikit.
7. Akun Sosial Media PSSI
Hal yang ini memang
terdengar agak sedikit ngelawak, tapi dampaknya lumayan besar loh jika
benar-benar dipergunakan dengan sebaik mungkin. Mungkin dibenak kita jika kita
melihat akun-akun federasi sepak bola dari negara lain di sosial media kekinian
seperti Twitter, Facebook, Instagram bahkan Youtbe hanyalah untuk ngikutin
trend aja. Tapi jawaban itu tidak sepenuhnya salah, tapi tidak juga sepenuhnya
benar. Dengan adanya akun sosmed ini, pihak federasi jadi lebih mudah untuk
lebih dekat dengan para penggemarnya, baik didalam maupun luar negara mereka.
Sehingga federasi jadi lebih mudah menerima kritik, saran dan masukan dari para
suporter, yang nantinya bisa jadi modal untuk memperbaiki prestasi timnas
dimasa depan. Saat ini PSSI hanya punya akun twitter, sementara beberapa negara
ASEAN lainnya sudah ada yang punya akun facebook, dan kalau gak salah juga
instagram. Dengan melihat jumlahnya pengguna sosial media di Indonesia, hal ini
bisa menjadi menguntungkan bagi PSSI, mengingat Indonesia juga merupakan salah
satu negara pengguna sosial media terbesar di dunia, bahkan lebih banyak daripada
negara-negara Eropa dan Amerika Latin.
Pasca sukses
menggelar Piala Asia 2007 bersama Thailand, Malaysia, dan Vietnam, prestasi
timnas Indonesia terus menurun dari tahun ketahun. Timnas kita cuma bisa nembus
final AFF Cup 2010, final SEA Games 2011 dan SEA Games 2013, 16 besar Asian
Games 2014, dan fase grup Piala Asia U-19 2014, sementara Malaysia mampu
menjuarai piala AFF 2010, dan SEA Games 2011, Thailand bisa masuk semifinal
Asian Games 2014, dan Myanmar yang lolos ke Piala Dunia U-20 di Selandia Baru
2015. Melihat timnas kita dibantai dengan skor diatas 3 gol sudah jadi hal yang
lumrah bagi kita, padahal dulu, kitalah yang membantai mereka. Generasi kita
sudah menyaksikan tim kesayangan kita dibantai 10-0 oleh Bahrain tahun 2012,
kita sudah melihat bagaimana tetangga kita, Thailand, dan Vietnam mempermalukan
kita di SEA Games Singapura 2015, Filipina yang dulunya bulan-bulanan kita,
malah membuat kita babak belur 4-1 di AFF Cup 2014. Kita sudah menderita karena
FIFA mengucilkan kita hanya karena ulah pemerintah kita. Kita sudah pernah
melihat peringkat kita ada dibawah Malaysia dan Laos, yang dulunya jauh ada
dibawah kita. Kita sudah lelah melihat garuda hanya selalu jadi bulan-bulanan
negara Asia Timur, dan negara Timur Tengah, kita sudah capek dijadikan badut
sama tetangga sendiri.
Garuda punya sayap
yang besar bukan untuk tidur, bukan untuk terbang di atas dataran rendah, bukan
untuk dimasngsa oleh binatang lainnya. Garuda punya sayap yang besar karena
Garuda hanya terbang di langit yang paling tinggi, mengamati semua mangsanya
dari ketinggian, lalu memangsanya layaknya seekor pemangsa yang kejam dan buas.
INI TIMNAS KITA! TIMNAS NYA ORANG INDONESIA! Kalau kita mau melihat timnas kita
bisa angkat trofi, dan berkalung medali emas, maka ini kewajiban kita untuk
terus membawa timnas kita menggapainya dengan segala cara yang dapat kita
lakukan, selama tidak berlawanan dengan aturan agama, negara, dan
persepakbolaan internasional, dan yang saya bisa hanyalah menulis artikel ini
dan mendukung mereka dari balik layar kaca. Jika ingin berprestasi dalam waktu
dekat, maka perbaikilah faktor permasalahan no. 1 dan 2, tapi jika terus ingin
berprestasi secara berkelanjutan maka perbaikilah semuanya. Roda kehidupan
selalu berputar, kadang diatas, dan ada kalanya dibawah. Saat ini mungkin
timnas kita ada diposisi paling bawah, namun menunggu roda berputar keatas,
tidak akan mampu menggerakkan roda tersebut.Piala AFF 2016 adalah turnamen
terdekat kita, semoga momen AFF Cup nanti bisa dijadikan landasan take-off sang
Garuda untuk terbang menembus langit Asia dan dunia pasca dikucilkan FIFA,
AMIN!! AYO KITA BERSAMA-SAMA BANGUNKAN SANG GARUDA DARI TIDUR PANJANGNYA!!!!